Refleksi hari kebangkitan nasional
Hari kebangkitan nasional yang biasa kita singkat menjadi harkitnas merupakan suatu ritual yang biasa kita peringati dengan diadakannya upacara atau lomba-lomba yang diadakan oleh pihak tertentu. Namun apakah kita sebagai warga negara di abad ke XXI sudah mampu mengambil kearifan, memaknai arti dari kebangkitan nasional itu sendiri?. Hari kebangkitan nasional di peringati setiap tanggal 20 Mei diambil dari lahirnya organisasi modern pertama yang diberi nama Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bergerak menyuarakan pentingnya pendidikan dan budaya juga pemuda saat zaman tersebut yang paling dominan bergerak dalam organisasi ini. Peran pemuda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia memang tak bisa dipungkiri, bisa dilihat dari para tokoh pemuda saat zaman tersebut seperti Sutomo yang masih berusia 20 pada masa itu dan terpilih menjadi ketua Budi Utomo. Dengan berorganisasi corak kegiatan perlawanan terhadap kolonial tidak lagi dengan mengangkat senjata tapi bertumpu pada kekuatan rasional yang melalui organisasi, media massa, pendidikan, dan dialog.
Sampai saat ini dalam sejarah Indonesia dikatakan bahwa kelahiran organisasi Budi Utomo ( 20 Mei 1908 ) dianggap sebagai organisasi modern pertama yang didirikan bangsa Indonesia. Sejauh ini memang benar namun pada kenyataannya organisasi ini masih menitikberatkan usahanya pada kemajuan bangsa jawa. Oleh karena itu nasionalisme yang dikembangkan juga hanya lingkup jawa. Organisasi modern yang secara tegas mengusung nasionalisme adalah indische partij yang didirikan oleh tiga serangkai Douwes Dekker, Tjipto Mngunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pada tahun 1912. Paham kebangsaan yang diusung adalah indische Nattionalisme ( Nasionalisme Hindia ), dan kemudian diganti dengan nama nasionalisme indonesia. Lalu masa-masa awal abad XX kemudian diisi dengan berbagai organisasi modern dengan beragam corak dan tujuan.
Organisasi Budi Utomo didirikan oleh para pelajar di School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA) di tahun 1908. Empat puluh tahun kemudian atau pada 1948 barulah Presiden Sukarno menetapkan 20 Mei sebagai hari bangkitnya nasionalisme. Tokoh yang yang berperan pada masa itu ialah Sutomo, Ir Soekarno, Dr.Tjipto Mangunkusumo, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ( sejak tahun 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara), Dr Douwes Dekker. yang mana mereka semua adalah salah satu dari sekian banyak pemuda yang turut berjuang dalam memerdekakan Indonesia. Di masa pemuda atau bahasa lainnya remaja ialah masa penuh dengan cita-cita dan harapan, suka tantangan karena mereka sedang berada di masa pencarian jati diri sehingga lebih banyak mencari pengalaman lebih banyak daripada di masa dewasa. Dari sini bisa dilihat pemuda sangat bisa diharapkan dalam memerdekan Indonesia juga dalam mempertahankan kemerdekaan di masa sekarang.
. Betapa tak mudahnya para pendahulu merajut angan keindonesiaan saat itu ketika teknologi dan infrastruktur masih terbatas. Dan berada dalam bayang bayang ketakutan akan kekejaman kolonial yang kejam. Seharusnya di zaman sekarang kita mampu merangkai persatuan negara kita dengan lebih mudah karena fasilitas lebih memadai dengan kecanggihan teknologi dan infrastruktur yang ada. 109 tahun sudah berlalu ditandai dengan adanya Budi Utomo, semangat kebangkitan nasional tak pernah memudar dan merupakan cara ampuh dalam menyemangati gerak kita sebagai bangsa.
“..., maka kiranya tema “pemerataan pembangunan Indonesia yang berkeadilan sebagai wujud kebangkitan Nasional” yang menjadi tema peringatan hari Kebangkitan Nasional tahun 2017 ini adalah pesan yang tepat dan seyogyanya tidak hanya tertanam dalam hati, namun juga segera diwujudkan melalui strategi, kebijakan, dan implementasi dalam pelayanan kita kepada masyarakat dan bangsa. “
( pidato Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia)
Setidaknya kita sekarang para pemuda jangan hanya bisa mengkritik namun juga seharusnya mampu memberikan solusi. Terutama kita sebagai mahsiswa yang notabene ialah seseorang yang terpelajar. Sebagai pemuda kita tentu sangat diharapkan oleh negara atas semua sumbangan pemikiran kita. Seperti ikut serta dalam organisasi karena dengan berorganisasi mampu melatih kita untuk lebih menggunakan pemikiran dari pada senjata, lebih menggunakan rasional daripada fisik terlebih di era globalisasi sekarang ini yang lebih terasa persaingan dalam pemikiran dari pada fisik. Jika saja kita tak terlatih untuk menggunakan pemikiran maka bisa dikatakan kita sebagai bangsa Indonesia akan tersisihkan. Peduli saja tidak cukup melainkan peduli disertai adanya aksi nyata dengan menghasilkan gagasan yang berkualitas.
(ditulis pada tanggal 30 05 2017, di kartasura)

Tidak ada komentar: