Bersyukur atau tasyakuran?

 

Bagi seorang muslim sudah menjadi keharusan mengucap kalimat hamdalah untuk sesuatu yang menyenangkan. Dari semenjak sekolah dasar pun atau di madrasah hal tersebut umum di ajarkan. Ritual dzikir yang di ucapkan setelah sholat salah satunya adalah kalimat hamdalah. Mengapa sering sekali kita mengucap kata hamdalah?

Kebiasaan mengucap kata hamdalah di percaya sebagai media untuk melatih diri untuk bersyukur atas nikmat ataupun segala sesuatu yang telah Allah beri. Tapi sering kali kalimat hamdalah identik dengan segala sesuatu nikmat yang allah berikan. Jika bergitu sudahkah kita mensyukuri segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada kita walau itu bencana?

Dalam Qs. Ibrahim: 7 disebutkan bahwa :

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"

Dari ayat tersebut jelas bahwa Allah sangat menyukai hamba yang pandai bersyukur. Kemudian disebutkan bahwasanya jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih yang dimaksud dengan hal tersebut adalah ketika mengingkari nikmat dengan kekafiran dan perbuatan maksiat niscaya Aku akan menyiksa kalian dengan siksaan yang menyakitkan.


Kemudian dalam lingkup sosial masyarakat sudah menjadi hal yang umum dilakukan mengenai wujud dari rasa bersyukur sendiri adalah tasyakuran. Mengadakan tasyakuran dinilai menjadi hal wajib dilakukan, bahkan jika ada yang tidak menyelenggarakan tasyakuran dinilai tidak pantas dalam nilai sosial masyarakat.


Tasyakuran biasanya akan mengundang tetangga sekitar untuk berdoa bersama kemudian dijamu dengan berbagai makanan oleh pelaku tasyakuran. Bahkan biasanya akan mengadakan pengajian akbar dan sebagainya. Namun sebelum membicarakan tasyakuran alangkah lebih baiknya kita pahami terlebih dahulu cara bersyukur.


Bahwa rasa syukur mencakup tiga ranah sekaligus, yaitu lisan, hati, dan anggota badan. Syukur pada ranah lisan adalah dengan memuji Allah Swt yang telah memberi nikmat. Syukur pada ranah hati adalah dengan cara mengakui bahwa nikmat ini merupakan karunia dari Allah Swt. Syukur pada ranah anggota badan adalah dengan menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt tersebut untuk hal-hal yang diridai-Nya.

Dari pengertian di atas dapat di tarik pernyataan bahwa tingkat paling tinggi dari rasa bersyukur adalah bersyukur dengan anggota badan atau perbuatan seperti salah satunya adalah mengadakan tasyakuran. namun apakah sebelum mengadakan tasyakuran tidak lupa bersyukur melalui lisan dan hati? jangan sampai kita beryukur sudah sampai ranah anggota badan atau perbuatan tapi mengabaikan hakikat bersyukur kepada Allah yang sering salah di artikan. jika belum mampu bersyukur melalui cara berbuat sesuatu mari kita bersyukur melalui lisan dengan mengucap kata Alhamdulillah :D.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.