Guru, pembelajar sepanjang hayat.
Ketika saya mengikuti teaching programme yang diadakan oleh BUMI Scholar dengan tema TRANSFORMASI DIGITAL DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA dan kak Ryan Hafiez mengatakan bahwa “ apa yang kita pelajari sekarang belum tentu akan kita pakai di masa mendatang”. Kurang lebih maksudnya demikian, semisal saya belajar mengenai strategi pembelajaran yang menarik di tahun 2017 kemudian saya menjadi guru atau dosen di tahun 2022, kemungkinan sudah tidak relevan karena peserta didik yang diajar pada saat 2022 sudah beda dengan di tahun 2017.
Waktu terus berjalan, begitu juga teknologi dan permasalah pendidikan yang semakin kompleks. Bukan hanya permasalahan dalam pembelajaran dalam kelas saja, melainkan kesehatan mental peserta didik juga patutnya di perhatikan. Di Lingkungan sekolah biasanya ada guru BK minimal satu namun ada yang ditemukan juga guru BK yang hanya mengurusi masalah administrasi seperti “hari ini siapa saja yang tidak masuk sekolah karena izin, sakit, dan tanpa keterangan?” jika sudah dirasa melebihi waktu yang sewajarnya biasanya wali murid akan dipanggil ke sekolah untuk dinasihati.
Seharusnya membina atau mengkonseling peserta didik namun fokus guru BK masih saja ada yang terpaku pada administrasi. Namun sejatinya bukan hanya mengandalkan peran guru BK saja dalam menangani kasus ini. Guru juga bisa memainkan perannya dalam memotivasi peserta didik saat pelajaran akan di mulai atau di sesi tanya jawab bersama.
Kesehatan mental peserta didik akan memengaruhi saat proses belajar mengajar di kelas. Ketika mental sedang mengalami badmood (istilah gampangnya), makan akan berdampak pada minat belajar saat di kelas. Selain kesehatan mental ada juga strategi pembelajaran serta strategi belajar peserta didik. Perlu di perhatikan ya ada perbedaan antara strategi pembelajaran dan strategi belajar siswa (Nanti saya akan bahas lebih lanjut di waktu selanjutnya ya).
Bisa jadi pelajaran yang biasa kita lakoni selama ini yang mana hanya sebatas teori kelak akan tidak berpengaruh lagi ketika diterapkan kepada generasi.
Instagram menjadi favorit generasi Z menjadikan mereka lebih menyenangi audio visual. Terlebih lagi video instagram yang hanya berdurasi kurang lebih 1 menit. Hal ini menjadikan tenaga pendidik harus bisa mengemas pembelajaran semenarik mungkin bahkan jika perlu menjajal media sosial instagram sebagai media pembelajaran.
Banyak tantangan bagi tenaga pendidik dimasa mendatang, karena selain menghadapi peserta didik yang berbeda generasi juga menghadapai kecanggihan teknologi yang tidak bisa ditolak. Menjadi guru adalah menjadi pribadi yang belajar sepanjang hayat, menjadi guru harus belajar terus guna megajar. Mari kita sebagai (calon) tenaga pendidik menyiapkan diri untuk siap belajar terus sepanjang hayat.




